ILMU PENGETAHUAN BAGAI CAHAYA DALAM GELAP

Minggu, 26 September 2010

Peranan Asam Amino Taurin pada Air Susu Ibu

Air susu ibu (ASI) merupakan sumber nutrisi yang utama dan aman bagi bayi. Selain berperan penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi, ASI juga terbukti memiliki efek proteksi bayi dari berbagai infeksi dan gangguan pencernaan, serta meningkatkan imunitas bayi. Pemberian ASI merupakan satu-satunya cara terbaik untuk meningkatkan hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Dengan demikian, ASI memberikan manfaat dalam hal psikososial bayi disamping untuk pertumbuhan, perkembangan, dan proteksi.
Berkenaan dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi, berbagai kandungan nutrisi yang terdapat di dalam ASI sangat berperan. Secara biokimia, nutrisi yang terkandung di dalam ASI dibedakan menjadi dua, yaitu makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien ASI antara lain berupa karbohidrat, lemak, dan protein. Mikronutrien ASI diperankan oleh sejumlah mineral dan vitamin. Secara keseluruhan, semua komponen ASI tersebut memiliki efek yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Salah satu komponen penting yang terdapat di dalam ASI adalah taurin.
Taurin merupakan salah satu salah satu asam amino bebas yang dihasilkan sebagai produk akhir dari metabolisme asam amino sulfur. Kandungan taurin pada air susu berbeda untuk tiap organisme. Pada manusia, kandungan taurin yang terdapat pada ASI lebih tinggi dibanding dengan sejumlah mamalia lain, seperti sapi dan kuda. Hal ini menyebabkan sebagian besar susu formula yang diperoleh dari sapi memiliki kandungan taurin yang sangat rendah bahkan tidak ada. Hal ini penting untuk diketahui mengingat taurin memiliki sejumlah efek yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Berbagai potensi taurin yang terkait erat dengan tumbuh-kembang bayi, antara lain berkenaan dengan pematangan sel saraf otak dan retina. Pada bayi, konsentrasi tertinggi taurin terdapat pada kedua macam sel tersebut. Selain pada sel saraf otak dan retina, taurin juga terdapat pada serebelum dan sel saraf tepi. Secara biomolekuler, taurin juga memiliki daya antioksidan yang berperan dalam memproteksi sel, terutama sel saraf, dari stres oksidatif. Taurin juga turut berperan pada perkembangan reproduksi neonatus. Jadi, taurin merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bayi, terutama yang berkenaan dengan pertumbuhan, perkembangan, serta proteksi sel saraf.
[download pdf lengkap] [Baca pendahuluannya di sini...]

Retensi IUD

Penurunan angka fertilitas total menunjukan suatu fakta bahwa pelaksanaan program KB di Indonesia telah mampu dan berhasil mengatasi laju pertumbuhan penduduk sebagai suatu masalah kependudukan di Indonesia. Angka fertilitas total (Total Fertilitas Rate=TFR) untuk Indonesia pada periode 1967-1970 sebesar 5,6 turun meniadi 3,33 pada periode 1985-1990 (BPS,1992) dan bahkan pada periode 1990—1995 turun meniadi 3,10 (Agung dan Harahap, 1992). Ananta, Lim dan Arifin (1990) telah memperlihatkan bahwa transisi fertilitas Indonesia telah memasuki tahap akhir, yaitu bahwa variabel penentu fertilitas akan makin di dominasi oleh variabel kontrasepsi dan makin kurang oleh variabel fertilitas alamiah (natural fertility) ataupun perkawinan.
Salah satu teknik kontrasepsi yang berkembang saat ini adalah IUD (intrauterine Device) atau alat kontrasepsi dalam rahim. IUD adalah alat kecil terdiri dari bahan plastik yang lentur yang dimasukkan ke dalam rongga rahim, yang harus diganti jika sudah digunakan selama periode tertentu. IUD merupakan cara kontrasepsi jangka panjang. Nama popularnya di masyarakat adalah spiral.
Keluhan yang dijumpai pada penggunaan IUD adalah terjadinya perdarahan (biasanya sedikit), bisa juga disertai dengan rasa mules yang biasanya hanya berlangsung tiga hari. Tetapi, jika perdarahan berlangsung terus-menerus dalam jumlah banyak, pemakaian IUD harus dihentikan. IUD juga dapat mempengaruhi keadaan haid, misalnya, pada permulaan haid darah yang keluar jumlahnya lebih sedikit daripada biasa, kemudian secara mendadak jumlahnya menjadi banyak selama 1-2 hari. Selanjutnya kembali sedikit selama beberapa hari. Kemungkinan lain yang terjadi adalah kejang rahim (uterine cramp), serta rasa tidak enak pada perut bagian bawah. Meski demikian, sebagian besar akseptor tidak mengeluhkan gejala apa-apa, yang menyebabkan beberapa individu tidak melakukan control terhadap IUD, dan IUD berada dalam uterus dalam waktu yang lama.
IUD yang tertinggal di dalam rahim dalam waktu lama akan menyebabkan kesulian dalam pencabutan, sehingga IUD tetap tertinggal di dalam rahim. Keadaan ini disebut retensi IUD. IUD yang tertinggal terlalu lama di dalam rahim dan fungsinya tidak lagi diperlukan, atau keberadaannya mengganggu, maka perlu dilakukan pencabutan.

[download pdf lengkap] [Baca pendahuluannya di sini...]